Kamis, 08 Oktober 2020

Chapter 3: tulisan bercuan

Malam ini hujan yang akhirnya membawa jariku berduaan dengan ponsel. Kemarin malam tidak hujan, tapi, aku teringat dengan kata-kata salah seorang narasumber di kanal YouTube, kalau menulis itu bukan profesi. Ibarat penceramah, penulis juga bukan profesi. Aku setuju. Udah banyak juga, kok contohnya, penulis besar yang ternyata punya kerjaan lain, bukan mentok menulis. 

Menulis itu hobi. Aku setuju, walaupun sebenarnya di dalam diriku, hobi menulis itu nomor dua. Aku tipe orang yang kalau melakukan sesuatu itu nggak cuma karena senang, tapi, juga ber-uang. Ehe. Karena aku belum punya kerjaan lain, ya boleh dong kalau aku jadikan kesenangan menuliskan jadi kesenangan mencari nafkah. Lumayan buat uang saku, biar nggak minta orangtua dan, punya uang pegangan sendiri buat kebutuhan unpredictable. 

Tapi, buat kalian, nggak perlu jadi follower aku. Kalian bebas menjalankan prinsip masing-masing. Mau nulis secara ikhlas, tanpa dapat uang. Itu sah-sah aja. Aku malah salut. Karena seperti pada awal aku bilang, kalau nulis bukan profesi, yang artinya bukan untuk dijadikan ladang uang satu-satunya. 

Nah, kalau kalian udah baca artikel aku chapter 2, pasti kalian udah tahu kalau aku sempat vakum menulis sejak Juni 2019. Di bulan itu hingga akhir bulan Oktober, aku fokus kuliah sama paling ikut 7kelas menulis online gratis via WA. Di sana aku belajar menulis sesuai PUEBI, KBBI, puisi, dan cerpen. Tepat tanggal 31 Oktober 2019, entah dapet angin dari mana aku cari-cari, eh, apa tiba-tiba muncul artikel yang inti judulnya begini: media online/platform ini bakal bayar tulisan kamu! 

Dari situ aku klik, aku baca, aku coba kunjungi laman platformnya buat daftar akun, dll. Pertama kali, aku coba platform BaBe, sumpah, cobaannya banyak banget. Daftar akunnya dapat masalah di e-mail sama nomor telepon. Tampilannya selalu bilang, e-mail sudah digunakan, nomor sudah terdaftar. Aku coba pakai nomor dan e-mail lain. Sama aja, nggak ada beda. 



Frustasi, aku cari platform lain. Ketemu UC Browser, lumayan kata artikel yang aku baca, mereka bayarnya dollaran. Tapi, banyak banget bahkan bisa dibilang ribet daftarnya, pokoknya banyak form online yang harus diisi nggak cukup semalam. Berhari-hari hingga awal November selalu dapat e-mail begini: 

Masih pada hari yang sama, tanggal 31 Oktober 2019, aku coba cari platform lain, aku nemu Vebma, daftar akun lumayan gampang, cuma fee-nya kurang—dari artikel yang kubaca. Eh, tapi bukan karena itu aja, tapi aku bingung cara nulis di sana gimana, maklum pemula. Aku cari alternatif lain, ke JalanTikus, aku nggak mahir bahas tentang teknologi, coret. 

Terus ke KasKus, ini platform juga bayar artikel yang kita tulis. Cuma aku iseng cari-cari platform lain, ketemu sama Hipwee dan Kompasiana. Kedua web itu nggak bayar tulisan, cuma aku tetep bikin akun aja dulu. Terkahir, aku lagi iseng baca artikel di IDN Times, lupa bahas tentang apa. Terus di akhir artikel itu ada tulisan: 

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Wah, pucuk dicinta ulam tiba. Saya langsung daftar akun, dan klik tombol pensil di pojok kanan, untuk nyoba-nyoba gitu. Ternyata, kayaknya gampang, nih nulis di sini. Maksudnya, gampang nulisnya ya, bukan gampang nerbitin artikelnya. Karena di website itu ada tutorialnya, terus aku baca-baca artikel punya orang lain juga menarik. Aku coba nulis, pada malam penghujung Oktober yang nuansanya lagi Halloween. 

Muncullah ide nulis tentang Halloween, aku cari indo di Wikipedia, apa aja yang identik dengan Halloween. Aku tulis kembali di IDN, aku submit. Ternyata, jreng-jreng. Hingga Halloween usai, masuk ke satu November, itu artikel belum juga terbit, kedaluwarsa. Aku baca aja review-review orang nulis di IDN gimana, ternyata memang masa pending-nya harus sabar. Aku simpulin artikel pertama aku di IDN rejected secara enggak langsung karena masuk di kolom pending mulu—dan, saat ini aku tahu alasannya kenapa, di chapter ke depan nanti bakal aku bahas. 

Gagal di artikel pertama, aku punya ide lagi mau bahas apa di IDN. Tapi, artikel kedua ini nggak beda jauh nasibnya kayak artikel pertama, gegara judulnya nggak menarik banget dan nggak sesuai ketentuan atau standar IDN, kok, tahu? Iya, tahunya baru sekarang-sekarang ini, pas saat itu mah mana tahu. Pas saat itu, aku merasa, ini kenapa, sih artikel aku nggak ada tanggapan. Udah nyampe ke editor belum, sih? Dongkol sendiri. Mau nanya juga ke siapa? Nggak punya kenalan yang nulis di IDN. Aku frustasi, dan, nggak nulis-nulis lagi. 

Tapi, tetep aja iseng ngecek dan berharap ada yang terbit gitu artikelnya. Kasihan amat pas lihat akun, tetep pending artikelku. Oke, saat itu aku mutusin nulis di Hipwee aja, biarin nggak dibayar juga. Aku nulis sepenuh hati tentang Taylor Swift—karena waktu itu dia baru aja rilis album Lover. Dan, untaian liriknya selalu terngiang di kepala, jadi, aku tulis aja artikel ketiga yang judulnya: 5 Lagu Taylor Swift Ini Cocok Buat Kamu yang Mau Bangkit dari Patah Hati!

Jangka waktu submit hingga terbit artikel aku yang itu cuma sehari. Itu pun aku baru tahu kalau artikelnya terbit pada hari kedua terbit, 05 November 2019. Telat sehari-lah aku baru tahu kalau artikel aku lumayan juga ya sampe bisa dilirik secepat itu. Padahal, aku awalnya nggak terlalu berharap, cuma frustasi nulis terus kirim ke media lain sebagai pelampiasan. Detik itu juga aku mikir, artikel aku yang ini aja langsung terbit di Hipwee, coba aku mau ngetes kalau artikel ini dikirim ulang ke IDN, direspons nggak ya? Biarin coba-coba aja, kan biasanya juga nggak direspons. 

Nekat aku kirim artikel Hipwee itu ke IDN, aku lupa tepatnya tanggal berapa, antara tanggal 06 atau 07 November. Dan, ternyata nggak nunggu sampe hari esok, aku dapet notif kalau artikelku perlu direvisi. Panik dong aku—maklum pemula belum tahu harus apa, di poin revisi itu aku disuruh embed video Taylor Swift-nya dari YouTube. Aku buka YouTube, cari tahu cara embed video, langsung aku kerjain poin revisi itu, terus aku submit lagi. Eh, kirain bakal langsung artikelku ada di kolom Publish, ternyata, masuk ke pending lagi. Khawatir, aku cari info di blog yang pernah nulis di IDN, katanya itu blog, kalau artikel udah direvisi, kemungkinan akan terbit itu besar. Tenang aja. 

Tiga hari kemudian, baru deh dapet notif kalau artikel aku akan terbit tanggal 13 November 2019. Asik! Aku bakal selalu inget editor IDN yang pertama kali lirik artikelku 5 Lagu Taylor Swift Ini Cocok Buatmu Bangkit dari Patah Hati! Namanya Erwanto. Aku berterima kasih banget pokoknya, gegara aku langsung dapet otomatis poin 500—setara 50 ribu rupiah, dan, 150 poin tambahan, entah itu dari mana. Di awal itu, total poin aku 650. FYI, di IDN kalau artikel pertama terbit otomatis dapet 500 poin, selanjutnya, artikel harus melalui Penukaran jadi poin dulu biar bisa dicairkan ke rekening. 

Enam hari setelah itu, lagi trending banget pada mau nonton Frozen II. Nah, karena aku juga suka, aku ikutin beritanya, hingga muncul ide buat ngupas OST-nya. Karena aku lebih mahir nerjemahin lirik, jadi, aku dengan sepenuh hati juga aku buat artikel keempat aku. Bergadang aku buat artikel yang judulnya Inilah 5 OST Film Frozen II yang Mampu Menginspirasi Hidupmu!

Esok siang harinya, tanggal 19 November 2019, tepat film rilis— dan, aku juga sorenya nonton di bioskop, aku lihat artikelku itu terbit, ditambah sudah dibaca 1000 orang. Aku jejeritan, sekaligus seneng karena dia hal. Pertama, artikelku ini yang paling cepat terbit. Kedua, pembacanya langsung banyak, padahal artikelku yang pertama, tembus setengah ribu aja enggak. 

Sejak itu aku bergairah buat nulis artikel lain. Dan, nggak semudah artikelku sebelumnya, cuma satu artikelku—[Puisi] Si Anak Batu yang berhasil terbit sebelum puluhan artikelku pending lagi. Hingga 10 Desember ada notifikasi terbit dari dua artikelku—tentunya melalui masa revisi gambar dulu, yang membahas tentang quotes Merry Riana dan tips psikologi persahabatan awet. Setelah 10 Desember? Nihil. Artikel aku nggak ada yang terbit lagi. Aku mulai down dan berhenti nulis. Pertama belum ada ide, kedua, kecewa meratapi artikel pending. 

Hingga lembaran baru 2020 dibuka, malam ini hujan semakin deras dengan petir menyertai setelah reda beberapa menit lalu. Januari 2020, aku mulai dapet ide tulisan tentang Selena Gomez, 10 Januari dia rilis album terbaru, Rare. Kuberanikan untuk share tulisan ke teman kelas kuliah—secara banyak yang bucin dan menurutku artikel kali ini relate sama mereka. Tapi, ini salah satu jawaban lawak mereka:


11 Januari 2020 itu artikelku terbit, itulah babak awalku hingga detik ini menetap nulis di IDN dan menghasilkan cuan dari-Nya. Next chapter! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Post